Art

Group Exhibition “Ketika Frasa Mulai Bercerita”

group-exhibition-ketika-frasa-mulai-bercerita-by-senapan-plastik

Ketika Frasa Mulai Bercerita

Dari Anima Resonantia ke Frasa sebuah musik

srek, srek, srek                      Jdek —.                                   Brak!

Ah.

Apa kalian dengar itu?

Apakah kalian dapat membayangkannya?

Bagaimanapun itu adalah bentuk gambaran suara teranggun dari benda bernama seni yang bergerak melempar diri, yang membunuh keterasingannya pada tiap-tiap sudut kehidupannya yang rapuh, dan menarik kembali jasadnya pada kebanalan estetika sesaat. Sebab ia dituntut untuk terus tumbuh—melalui sela-sela mimpi semalam, dari sebatang rokok sisa kemurungan, bungkus deodorant sasetan, piring yang terbelah, kata-kata kotor, musik yang bising, buku yang cabul, bahkan dari selembar film panjang yang membosankan! Yang dalam kata lain, bagaimanapun ia harus tetap hidup, meski harus mengais-ngais kotoran dari tempat pelacuran sekalipun!

Namun ini bukan hanya tentang bagaimana seorang pelaku seni itu menemukan sesuatu dan merangkainya kembali menjadi wujud karya. Ini juga bukan sekadar menciptakan yang baru—karena kita semua sama-sama tahu, bahwa tak ada yang benar-benar baru di bawah matahari yang kian pucat ini. Namun sesuatu yang memiliki kedalaman,—bukan hanya secara visual, tetapi juga secara intuitif, struktural dan emosional.

Inilah yang sedang dikerjakan oleh teman-teman dari Senapan Plastik, mereka mencoba untuk mempertajam penglihatannya, mengolah kembali rasa dan pendengarannya, menumbuhkan kecerdasan imajinasinya lewat detail-detail kecil dari lembaran panjang berupa kata-kata,—dari irisan sebuah lirik, sepotong melodi, harmoni, atau ritme sebuah “musik.” Mereka mencoba mencari celah di antara keterasingannya itu untuk diwujudkan kembali ke dalam wilayah kreatifnya. Sebab mereka semua telah sepakat—bahwa musik itu sendiri adalah salah satu contoh lain pendekatan kreatif sederhana yang dapat menghasilkan karya yang memiliki kedalaman. Karena bagaimanapun, musik dan seni rupa adalah dua bentuk ekspresi kreatif yang memiliki kemampuan luar biasa untuk menyentuh emosi manusia—yang dalam bahasa Latin, kemampuan seni untuk menyentuh emosi itu disebut dengan Anima Resonantia, atau “resonansi jiwa.”

Secara konseptual, istilah itu merujuk pada bagaimana suatu pengalaman, objek, atau karya seni dapat membangkitkan resonansi emosional atau spiritual yang mendalam dalam diri seseorang. Namun dalam seni rupa, Anima Resonantia tidak hanya berbicara tentang keterhubungan antara karya dan audiensnya, tetapi juga tentang bagaimana proses penciptaan itu sendiri menjadi bagian dari resonansi tersebut. Tentu saja yang mereka lakukan tidak hanya sekadar merespons musik secara visual, tetapi mencoba masuk ke dalamnya, mengalami denyutnya, dan menerjemahkan energi itu menjadi karya, melakukan eksplorasi yang lebih dalam mengenai hubungan antara ritme, harmoni, dan ekspresi visual—bagaimana ketukan musik bisa diterjemahkan menjadi pola dan warna, bagaimana gelombang emosi dari nada bisa menjadi gestur dalam medium rupa. Karena bagaimanapun, seperti yang telah saya bilang, bahwa seni harus terus tumbuh. Ia bisa muncul dari melodi yang samar sekalipun, dari ketukan yang asing, atau bahkan dari kebisingan yang tak terpola. Seni selalu mencari celahnya untuk hidup, menemukan bentuknya, dan beresonansi dengan siapa saja yang bersedia mendengarkannya! Dan untuk mencapai itu, tentu dibutuhkan keinginan yang kuat, tidak cukup hanya membiarkan musik menjadi latar atau sekadar inspirasi samar. Harus ada dorongan untuk menyelami strukturnya, memahami bagaimana ia membangun narasi dan menyampaikan emosinya—bukan hanya dalam bunyi, tetapi juga dalam jeda, tekanan, dan perubahan dinamikanya. Dari sinilah tema “Ketika Frasa Mulai Bercerita muncul sebagai pendekatan yang lebih spesifik: menjadikan frasa musik sebagai acuan utama dalam menerjemahkan pengalaman musikal ke dalam ruang dan materialitas seni visual.

Jika Anima Resonantia berbicara tentang resonansi emosi yang muncul dari hubungan seni dan audiens, maka “Ketika Frasa Mulai Bercerita” berbicara tentang bagaimana struktur musik itu sendiri—frasa, ritme, jeda, dan bahkan liriknya—dapat diterjemahkan menjadi pengalaman visual dan spasial yang terorganisir. Ini bukan hanya soal menangkap atmosfer atau nuansa musik, tetapi memahami bagaimana elemen-elemen dalam frasa musik dapat dikonversi menjadi pola ritmis dalam seni rupa, bagaimana ketukan menjadi bentuk, bagaimana jeda menjadi ruang, bagaimana harmoni menjadi interaksi antara material dan cahaya.

Dengan demikian, konsep tentang penciptaan karya dengan menggunakan pendekatan medium musik ini diperluas maknanya oleh teman-teman dari Senapan Plastik, yang tidak hanya membicarakan bagaimana seni visual dapat terjalin dengan musik sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang saling beresonansi, tetapi juga bagaimana “frasa musik” dapat menjadi sistem yang membimbing penciptaan sebuah karya. Tema ini mengundang para seniman untuk menerjemahkan esensi musik ke dalam karya visual mereka—bukan hanya melalui atmosfer atau emosi, tetapi juga melalui strukturnya: dari irama yang mengalir, dari pola yang berulang, dari jeda yang menyampaikan lebih banyak daripada suara itu sendiri.

Pendekatan ini tentu telah dilakukan oleh banyak seniman sebelumnya, seperti Wassily Kandinsky yang menggunakan musik sebagai panduan utama dalam menciptakan harmoni warna dan bentuk, atau Vincent Van Gogh yang berusaha mentransformasikan perasaan yang ia rasakan saat mendengar musik ke dalam sapuan kuasnya. Sehingga hal itu semakin membuktikan bahwa musik mempunyai posisinya dalam hal kedekatan dengan wilayah kreatif lainnya. Namun, kedekatan ini tidak hanya sebatas pada pengaruh emosional semata, tetapi juga bagaimana musik dapat diuraikan sebagai sebuah sistem yang memiliki struktur dan logika tersendiri, yang pada akhirnya dapat diterjemahkan ke dalam medium seni lainnya.

Jika Anima Resonantia membicarakan resonansi emosional saja, maka “Ketika Frasa Mulai Bercerita mengajak kita untuk membaca musik sebagai bahasa, di mana setiap frasa memiliki makna, ritme, dan logikanya sendiri yang dapat diterjemahkan ke dalam pengalaman visual yang lebih mendalam. Karena bagaimanapun, seni adalah tentang bagaimana menemukan struktur di antara kebisingan, menciptakan ruang dari ritme yang tersembunyi, dan membiarkan frasa mulai bercerita—bukan hanya melalui suara, tetapi juga dalam bentuk, cahaya, tekstur, dan sebuah ruangnya.

Fariz F.K

Share