Yogya Annual Art #5
HYBRIDITY
Sangkring Art Space
Yogya Annual Art telah memilih pijakan yang baik sejak awal keberangkatannya, yakni sebuah niat untuk bergerak. Tinggallah kini bagaimana dan ke mana niat dan pergerakan itu hendak dibawa. Seperti lumrahnya sebuah perjalanan, rute yang ingin ditempuh menjadi persoalan yang tidak mungkin diabaikan begitu saja. YAA #5 ini mencoba menawarkan kemungkinan rute yang majemuk melalui hibriditas sebagai simpul tematiknya. Apa yang disebut sebagai hibriditas itu sendiri, menurut Robert Young (1995), sudah merupakan suatu gagasan yang hibrida. Ia dapat dipahami sebagai ruang atau kondisi yang memungkinkan kita untuk sekaligus sama dan berbeda. Oleh sebab itu, hibriditas niscaya berwajah ganda: di satu sisi, ia menunjuk kepada kondisi percampuran; namun, di sisi lain, menyodorkan ekspresi dialektis atas keberbedaan dan kesamaan tadi. Kondisi yang demikian dapat dipandang sebagai peluang pendekatan atas segala rupa percampuran yang menjadi ciri dalam segenap aspek budaya dan dunia sosial kita hari ini. Di tengah kecenderungan carut-marut kehidupan kita sebagai sebuah bangsa, yang bertambah rumit pula akibat pandemi Covid-19, Hari Budiono, Natalini Widhiasi, Mahdi Abdullah, Samuel Indratma, serta segenap perupa lainnya dan, tentu saja, seniman yang ditributkan kali ini, Djaduk Ferianto, diharapkan dapat mengungkap kondisi hibrida tersebut. Melalui proses produksi artistik, penciptaan karya masing-masing, mereka memadukan kepekaan estetis sekaligus sosial dan historis terhadap percampuran dan perbenturan beragam identitas budaya yang berbeda, namun tetap dalam wadah kebangsaan yang sama. (Kris Budiman)